Mengenal Cacar Monyet bersama Promkes RSUD Kapuas
KUALA KAPUAS – RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas melalui Radio Siaran Pemerintah Daerah (RSPD) kembali mengudara di frekuensi 91,4 FM yang beralamat di Jalan DI Panjaitan, Kelurahan Selat Hilir, Kecamatan Selat, yang mana pada kesempatan kali ini memberikan informasi dan edukasi dari narasumber yakni dr. Erny Indrawati bersama Pengelola Promkes RSUD Kapuas, Popo Subroto, SKM yang membahas tentang Penyakit Cacar Monyet pada Hari Kamis, 25 Agustus 2022.
dr. Erny yang bertugas sebagai Dokter Umum Madya dan penanggung jawab Unit Transfusi Darah (UTD) RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas, mengatakan Penyakit Cacar Monyet awalnya menyerang binatang (zoonosis) tetapi kemudian dapat menular pada manusia. Penyakit ini memiliki gejala seperti CACAR API (SMALLPOX), yang telah dieradikasi (dinyatakan tidak ada lagi), tetapi memiliki gejala yang lebih ringan. Cacar monyet atau monkeypox ini awalnya menyebar di benua Afrika, terutama di Afrika tengah dan barat, kemudian menyebar ke negara-negara diluar Afrika.
Berdasarkan perkembangannya, pada tahun 1958 di Denmark ditemukan 2 (dua) kasus seperti cacar pada koloni kera yang dipelihara untuk penelitian, sehingga cacar ini dinamakan “MONKEYPOX”. Monkeypox pada manusia pertama kali ditemukan di Republik Demokratik Kongo (Zaire) pada tahun 1970, yang kemudian menyebar ke seluruh Afrika, dan pada akhirnya dikatakan sebagai penyakit endemik di negara-negara Afrika tersebut. Pada tahun 2018, penyakit ini mewabah di negara Nigeria (Afrika), dilaporkan terdapat 116 kasus dengan 8 kematian, pada semua umur, dengan mayoritas dibawah 40 tahun.
Dijelaskan lebih lanjut, sejak bulan Mei 2022, cacar monyet menjadi penyakit yang menjadi perhatian kesehatan masyarakat global, karena telah dilaporkan muncul di negara=negara non endemis, antara lain Australia, Belgia, Perancis, Finlandia, Denmark, Ceko, Austria, Jerman, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, Swedia, Inggris, Swiss, Slovenia, Israel, Sudan, Uni Emirat Arab, Kanada, Argentina, Guyana, Amerika serikat (WHO per tanggal 29 Mei 2022). Sementara di Indonesia diberitakan oleh Kementerian Kesehatan, bahwa pada tanggal 19 Agustus 2022 terdapat kasus cacar monyet pertama di Indonesia, yang menyerang seorang pria yang baru pulang dari Eropa barat.
“Penyebab penyakit cacar monyet adalah VIRUS MONKEYPOX (MPXV), yang merupakan virus DNA. Penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan hewan ataupun manusia yang terinfeksi, atau melalui benda yang terkontaminasi oleh virus tersebut.Virus masuk ke dalam tubuh melalui kulit yag luka/ terbuka (walau tidak terlihat), saluran pernafasan, selaput lender (mata hidung, mulut). Di negara-negara endemis, penularan kemanusia dapat terjadi melalui gigitan atau cakaran, mengolah daging hewan liar, kontak langsung dengan cairan tubuh atau bahan lesi (luka), atau kontak tidak langsung dengan bahan lesi, seperti melalui benda yang terkontaminasi. Penularan dari manusia ke manusia dapat melalui kontak erat dengan droplet (percikan air ludah), cairan tubuh atau lesi kulit orang yang terinfeksi, atau kontak tidak langsung pada benda yang terkontaminasi.” paparnya.
Ditambahkan beliau kembali, pengobatan untuk penyakit ini hanya bersifat simptomatis dan suportif, artinya obat yang diberikan hanya untuk menghilangkan keluhan dan meningkatkan daya tahan tubuh, hal ini dikarenakan belum ada pengobatan spesifik untuk virus cacar monyet.
Terkait dengan pencegahan guna mengurangi risiko penularan bagi pelaku perjalanan di negara endemis, yaitu dengan Hindari kontak langsung dengan hewan penular cacar monyet yang diduga terinfeksi cacar monyet, seperti hewan pengerat, hewan primata, baik hidup maupun mati, Hindari mengonsumsi atau menangani daging yang diburu dari hewan liar, Biasakan mengonsumsi daging yang sudah dimasak dengan benar, Gunakan APD lengkap saat menangani hewan yang terinfeksi, Pelaku perjalanan yang baru kembali dari wilayah terjangkit segera memeriksakan diri jika mengalami gejala dan menginformasikan riwayat perjalanannya.
Selain itu untuk mengurangi risiko penularan bagi pelaku perjalanan di negara non-endemis (ytamanya penularan dari manusia ke manusia), yaitu dengan cara menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, Hindari kontak tatap muka/ kontak fisik dengan siapa pun yang memiliki gejala atau barang yang terkontaminasi, Gunakan APD yang sesuai saat merawat penderita, Mengurangi kepanikan dan stigmatisasi, dengan pemahaman bahwa, cacar monyet merupakan penyakit bergejala ringan dengan tingkat kematian sangat rendah. Gejala-gejala penyakit pada umumnya dapat diobati dan dapat sembuh dengan sendirinya tergantung imunitas penderita, serta Dukungan psikososial dapat disediakan bagi penderita selama perawatan dan setelah keluar dari ruang isolasi.
“Jika seseorang mengalami ruam, disertai demam atau sakit, mereka harus segera menghubungi fasilitas pelayanan kesehatan setempat. Memberikan tambahan informasi tentang semua riwayat perjalanan, riwayat kontak seksual, riwayat kontak dengan hewan, sangat membantu dalam memutus rantai penularan penyakit ini” pungkasnya.
Penulis: dr. Erny Indrawati dan Promkes RSUD Kapuas