Bicara Thalasemia di Radio Bersama Promkes RSUD Kapuas

KUALA KAPUAS – RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas melalui Radio Siaran Pemerintah Daerah (RSPD) kembali mengudara di frekuensi 91,4 FM yang beralamat di Jalan DI Panjaitan, Kelurahan Selat Hilir, Kecamatan Selat, yang mana pada kesempatan kali ini memberikan informasi dan edukasi dari narasumber yakni dr. Erny Indrawati bersama Pengelola Promkes RSUD Kapuas, Popo Subroto, SKM yang membahas tentang Penyakit Thalasemia pada Hari Selasa, 21 Juni 2022.

dr. Erny bertugas sebagai Dokter Madya penanggung jawab Unit Transfusi Darah (UTD) RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas. Beliau mengatakan kelahiran seorang bayi Thalasemia mayor merupakan beban berat bagi keluarga dan juga pemerintah. Pertahun, perawatan anak Thalasemia mayor membutuhkan biaya yang banyak sekali, yaitu antara 100-200 juta pertahun. Uang sebesar ini untuk transfusi, obat kelasi besi (pengikat zat besi), obat-obat penunjang lain, pemeriksaan laboratorium, dll. Sementara itu pengetahuan masyarakat tentang penyakit Thalasemia belum banyak yang tahu. Hal inilah yang mendasari tema peringatan Hari Thalasemia Sedunia setiap tanggal 8 Mei, pada tahun 2022 ini, yaitu : BE AWARE, BE SHARE, CARE (WASPADA, MEMBAGIKAN, PEDULI; bekerja dengan komunitas global sebagai salah satu cara untuk meningkatkan pengetahuan tentang Thalasemia). 

Tim Promkes RSUD Kapuas dan Penyiar Radio Siaran Pemerintah Daerah Kab. Kapuas 91,4 FM

Dijelaskan beliau Thalasemia International Federation (TIF), menyatakan tema tahun 2022 merupakan ajakan terbuka untuk bertindak kepada semua orang untuk mempromosikan kesadaran tentang Thalasemia dan dampak globalnya serta membagi informasi dan pengetahuan penting untuk mendukung kesehatan sosial, serta perawatan terbaik bagi pasien dengan penyakit ini.

Pengertian Thalasemia adalah suatu penyakit keturunan (genetik), dengan gejala utama adalah anemia, tepatnya kekurangan sel darah merah yang disebabkan oleh berkurangnya atau tidak adanya pembentukan rantai globin (protein) sebagai salah satu komponen pembentuk haemoglobin. Berbeda dengan anemia defisiensi besi (anemia kekurangan zat besi); zat besi (Fe) juga merupakan komponen pembentuk haemoglobin. yang membedakan antara Thalasemia dan Anemia defisiensi zat besi adalah, pada Thalasemia kadar zat besi (Fe) dalam batas normal. 

Penyakit Thalasemia, merupakan penyakit kelainan genetik/ keturunan yang terbanyak di dunia. Prevalensi terbanyak pada orang-orang yang tinggal di daerah Asia tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah dan daerah Mediterania. Di Indonesia penyakit ini diperkirakan 6-10% dari jumlah penduduk.

dr. Erny Indrawati

Berdasarkan tingkat kegawatannya secara klinis, Thalasemia dapat dikategorikan menjadi Thalasemia minor / Thalasemia trai t/ pembawa sifat Thalasemia. Orang-orang dengan kondisi tersebut tampak tidak sakit. Secara fisik mereka sehat sama seperti orang normal pada umumnya. Orang-orang tersebut tidak memerlukan tindakan khusus seperti transfusi atau obat-obatan. Thalasemia mayor = sakit Thalasemia. Secara genotip biasanya adalah Thalasemia beta. Anak dengan Thalasemia mayor memerlukan transfusi darah secara rutin. Pada saat kelahiran, anak dengan Thalasemia mayor lahir normal dan gejala baru muncul saat usia beberapa bulan (antara 3 bulan sampai 18 bulan). Mereka tampak pucat, lemah, gelisah, tidak dapat tidur nyenyak, tidak nafsu makan, kadang-kadang memuntahkan makanan yang dimakan, perut kembung dan membesar, hal ini dikarenakan pembesaran hati dan limpa. Pada anemia yang berat dapat mengakibatkan sesak nafas, karena oksigen yang dapat diikat oleh haemoglobin hanya sedikit. (salah satu fungsi sel darah merah adalah membawa oksigen ke seluruh tubuh, bila jumlah darah merah sedikit/ haemoglobin yang mengikat oksigen juga sedikit, akibatnya tubuh kekurangan oksigen yang dapat menyebabkan sesak nafas). Karena kekurangan darah/ anemia yang terus menerus maka tubuh membuat kompensasi, yaitu memproduksi sel darah merah lebih banyak. Pabrik sel darah merah berada di tulang-tulang pipih, akibatnya karena kompensasi tersebut maka tulang-tulang pipih tersebut menjadi tipis, hal ini terutama terjadi pada tulang-tulang wajah, sehingga anak-anak dengan Thalasemia mayor memiliki wajah yang khas yang disebut facies Cooley (hidung pesek, muka melebar, tulang menipis dan mudah patah).

Untuk pengobatannya, sampai saat ini Thalasemia mayor belum dapat disembuhkan, pengobatan satu-satunya hanya dengan melakukan transfusi darah secara teratur, rata-rata sekali dalam 4 minggu selama seumur hidupnya. Setelah transfusi darah, sel-sel darah merah yang baru masuk akan pecah dengan lambat dalam waktu kurang lebih tiga bulan. Zat besi (Fe) yang ada di dalam sel darah merah akan tetap berada dalam tubuh. Apabila zat besi tersebut tidak dikeluarkan, zat besi tersebut akan bertambah banyak dan dapat merusak hati, jantung, dan organ-organ tubuh yang lain. Apabila kerusakan tersebut tidak dicegah dengan mengeluarkan zat besi tersebut maka pada umumnya orang-orang dengan Thalasemia akan meninggal pada sekitar usia 20 tahun bukan disebabkan karena Thalasemianya tetapi karena kerusakan organ-organ tubuhnya akibat penumpukan zat besi. Untuk mengeluarkan zat besi yang berlebihan tersebut dibutuhkan obat kelasi besi, yaitu obat yang dapat mengikat zat besi untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui air kencing (urine).

Pengobatan yang lain adalah dengan cangkok sumsum tulang; yaitu mengganti sumsum tulang penderita dengan sumsum tulang donor, yang sebaiknya dari saudara kandungnya yang sehat. Memang cara ini tidak menyembuhkan, tetapi hanya membuat pasien Thalasemia mayor menjadi Thalasemia minor (tidak memerlukan transfusi lagi) tetapi tetap dapat menurunkan gen Thalasemia kepada keturunannya. Cangkok sumsum tulang tersebut sebaiknya dilakukan sedini mungkin (pada usia kurang 15 tahun), saat dimana anak belum banyak mendapat transfusi darah. Karena semakin sering anak mendapat transfusi darah maka semakin besar kemungkinan terjadinya penolakan terhadap jaringan sumsum tulang donor.

“Karena penyakit Thalasemia ini pada dasarnya tidak dapat disembuhkan, namun dapat dicegah, maka faktor pencegahan menjadi sangat penting dalam memberantas penyakit Thalasemia tersebut. Adapun pencegahannya yaitu dengan mencegah perkawinan antara 2 orang dengan pembawa sifat Thalasemia/ Thalasemia trait/ Thalasemia minor, sebab bila kedua orang tersebut menikah maka keturunannya 25% akan mengalami Thalasemia mayor, 50% membawa sifat Thalasemia, 25% sehat,” ujar beliau menutup penyuluhan di Radio Siaran Pemerintah Daerah. (PromkesRSUDKps)